SELAMAT DATAMG DI DESA PELANG KIDUL KECAMATAN KEDUNGGALAR KABUPATEN NGAWI

Artikel

Sejarah Desa

26 Agustus 2016 15:38:09  Administrator  177 Kali Dibaca 

A.   Legenda Desa Pelangkidul

Sebuah nama sebuah cerita, setiap tempat memiliki satu nama khusus sebagai identitas asal. Sebagaimana suatu desa tak dapat dilepaskan dari asal usul desa tersebut berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipercaya baik berupa tulisan,babad, lontar , dan benda-benda peninggalan sejarah lainnya.

Sebelum kami mengutarakan asal-usul Desa Pelangkidul terlebih dahulu kami mohon maaf kepada semua pihak, apabila dalam uraian kami terdapat kesalahan atau kekeliruan, yang disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dalam sejarah, maupun keterbatasan sumber-sumber buku yang dipakai pedoman dan narasumber yang mengetahui sejarah pastinya.

Tidak lupa kami haturkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberian keterangan-keterangan dan bukti-bukti peninggalan sejarah terkait keberadaan Desa Pelangkidul.

Sebenarnya hingga detik ini sejarah tentang berdirinya Desa Pelangkidul belum diketahui secara pasti, sebab belum pernah ditemukan babad maupun tulisan-tulisan yang memuat sejarah Desa Pelangkidul. Namun berbagai usaha untuk menelusuri dan mencari sejarah Desa Pelangkidul terus dilakukan dengan segala keterbatasan kami, berdasarkan tulisan-tulisan yang menceritakan tentang asal-usul Desa Pelangkidul dan juga berdasarkan keterangan atau cerita para sesepuh/tokoh masyarakat Desa Pelangkidul, akhirnya kami dapat merangkum cerita asal-usul Desa Pelangkidul yang sudah tentu masih jauh dari kesempurnaan.

Desa Pelangkidul sebagaimana cerita sesepuh desa dulu Desa Pelangkidul memang tak dapat dipisahkan dari sebuah cerita-cerita rakyat atau legenda. Sejarah Desa Pelangkidul tidak bisa dipisahkan dari sisa kejayaan Kerajaan Mataram Islam sejak abad 16 Masehi yang pada keemasannya kala itu pernah berhasil menyatukan pulau Jawa (kecuali wilayah Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon) dan sekitarnya. Sejarah kejayaan Mataram kala itu tentu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah terbentuknya wilayah Ngawi yang kala itu masih berstatus Kadipaten atau wilayah tanah perdikan.

Berangkat dari sejarah Kerajaan Mataram tersebut banyak cerita rakyat yang mengatakan bahwa sejarah pertama kali yang babad Desa Pelangkidul adalah seorang tokoh keturunan Raja Mataram lebih tepatnya dari Kerajaan Kasunanan Surakarta, yang kala itu Kasunanan Surakarta memperluasan wilayahnya setelah terjadi puncak perpecahan kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta yang ditandai dengan perjanjian Giyanti pada abad ke-17 Masehi. Peristiwa perpecahan wangsa Mataram pada era Pemerintahan Pakubuwono II yang dikenal dengan “Geger Pacinan” juga kuat kaitannya dengan sejarah Desa Pelangkidul dikarenakan ekspansi perluasan wilayah sampai ke Jawa Timur di kala itu.

Banyak cerita-cerita rakyat yang berkembang dimasyarakat hingga sekarang yang pada akhirnya menjadi Legenda Desa Pelangkidul. Menurut cerita-cerita rakyat kala itu Raja Mataram memerintahkan salah satu patihnya untuk menaklukan daerah-daerah di tanah Jawa salah satunya adalah Ngawi. Konon ceritanya ketika sang Patih sampai di wilayah Ngawi untuk menaklukan wilayah tersebut sang patih bertemu dengan seorang putri yang bernama Putri Sri Antawati, seiring berjalanya waktu sang patih hatinya terpikat akan kecantikan putri tersebut, sang patih pun akhirnya jatuh cinta dengan putri Sri Antawati, Patih pun berjuang untuk mendapatkan cintanya dimulai dengan mengejar keberadaan Putri dari sebuah wilayah yang sekarang dikenal dengan Sidowayah sampai Pelang, peristiwa Putri Antawati dikejar oleh sang patih diawali dari pelarian putri dengan menunggangi kudanya berlari dari Sidowayah melewati Wonokerto kemudian terus berlari sampai ke Pelang, sesampainya di Pelang hati si putri tiba-tiba sumelang dan tapel kudanya hilang, dari peristiwa itulah akhirnya desa tersebut diberi nama Desa Pelang, lalu ia melanjutkan pelariannya melewati Desa Sirigan yang titik akhir dari pelarian si putri berakhir di Desa Kedung Putri dan hilang disana, dari kisah itulah akhirnya tercipta nama Pelang yang identik dengan cerita tapel kuda yang hilang dan suasana hati si putri yang sumelang(gundah). Cerita rakyat tersebut sampai hari ini menjadi keyakinan tentang sejarah awal nama Desa Pelangkidul yang diperjelas juga oleh beberapa narasumber yaitu tokoh masyarakat, sesepuh-sesepuh Desa Pelangkidul, diantaranya : Mbah Munaji (100 th, Gebung), Mbah Karto Ikromo (98 th, Gebung), Mbah Bonari (90 th, Ngasem), Mbah Mugiyat (80 th, Pelang), Mbah Abdul Kasno (75 th, Ngasem), Mbah Sukimin (85 th, Pelang), Hadi Sukarto (80 th, Ponjen), dan Mbah Sugiyo (80th, Pelang).

Sejarah lebih mendalam tentang Desa Pelangkidul yang terbagi menjadi 5 (Lima) Dusun memiliki sejarah sendiri-sendiri. Yang pertama adalah Dusun Ponjen ,Ponjen berasal dari kata empon-empone ijen dusun ini pertama kali di babat oleh Mbah Kasan Munodho sekitar tahun 1850 dari Karanggede Boyolali yang dulunya ia merupakan pelarian dari perang Diponegoro, Mbah Kasan Munodho membabat dusun ponjen dengan membawa anaknya yaitu Mangun Suntiko dan keponakanya,pertama kali yang dibabad adalah wilayah pingir sungai Mbah Kasan Munodho juga membuat sebuah sendang didekat sungai yang digunakan untuk Mandi,mencuci dan mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari. Diceritakan oleh Supriyono Hadi Sukarto salah satu tokoh/sesepuh masyarakat Dusun Ponjen. Yang kedua adalah Dusun Ngasem, dusun ini awal mulanya adalah sebuah hutan grumbul yang dibabat oleh Mbah Kyai Ahmad Yakup yang merupakan anak dari Tro Sumitro yang kala itu hijrah dari Yogyakarta untuk menuntut ilmu di pondok Dander Bojonegoro sekitar tahun 1825 saat Yogyakarta geger perang Diponegoro, setelah merasa aman Mbah Kyai Yakup dari pondok Dander ingin pulang ke Yogyakarta akan tetapi tidak diperbolehkan oleh kyainya ,ia disuruh untuk pergi kesebuah tempat di bawah lereng Gunung Lawu di antara Kali Sawur dan Kali Andong , akhirnya Mbah Kyai Yakub pergi melaksanakan perintah sang Kyai, setibanya ia di tempat yang di tuju Mbah Kyai Yakup lalu membabat daerah tersebut untuk dijadikan tempat tinggal bersama istri dan anak-anaknya seraya mensyiarkan agam islam di wilayah tersebut. Banyak peninggalan tradisi budaya yang masih di dusun ini di antaranya setiap Tanggal 1 Muharram di adakan pengetan (Mapak Suro) untuk Tolak Balak dengan cara menyembelih kambing dan di adzani dari 4 penjuru di setiap perempatan hingga sampai sekarang tradisi peninggalan ini masih selalu di uri-uri oleh masyarakat Dusun Ngasem. Sedangkan nama Ngasem diambil dari kisah Pelarian sang Putri Antawati saat dikejar Patih ketika sampai di dusun Ngasem ia mesam mesem (tersenyum-senyum). Menurut Mbah Bonari salah satu tokoh masyarakat dusun Ngasem .Yang ketiga adalah Dusun Gebung dusun ini konon dulunya adalah wilayah yang banyak pohon bambunya dan bambu mudanya atau dalam Bahasa jawa disebut bung/rebung, dari situlah ahkirnya dinamakan dusun Gebung . Menurut Mbah Munaji sesepuh/tokoh tertua dusun Gebung .Dan yang terakhir adalah Dusun Wates , Nama dusun Wates diambil dari kata Wates yang berarti Batas Desa,Dusun ini Dahulunya adalah sebuah hutan gerumbul yang sampai sekarang masih sangat Keramat , Mitosnya penjabat-penjabat sampai sekarang takut masuk ke dusun Wates kalua tidak di mutasi ya di pecat atau terkena musibah lainya.Dulu kisahnya ada seorang Ulama pasukan Diponegoro yang dikejar-kejar oleh seorang Belanda lalu ulama tersebut bersembunyi di tempat itu karena wates merupakan tempat terpencil sehingga cocok untuk tempat persembunyian ,Belanda tersebut mengejar ulama sampai ke tempat itu ,merasa masih dikejar oleh belanda ulama tersebut Memagari atau matesi tempat itu dengan sebuah doa dengan tujuan agar aman dari kejaran si Belanda,Setibanya Belanda tersebut di tempat itu ia lalu mencari sang ulama terbebut akan tetapi ia tidak berhasil menemukan keberadaan ulama itu, Belanda pun merasa kesal dan mengamuk di tempat itu karena gagal menemukan sang ulama, Sepulangnya dia dari sana tiba-tiba ia Dipecat oleh Punggawa Belanda tanpa alasan yang jelas. Akhirnya kisah tersebut terus turun temurun sampai sekarang , disamping setelah ada kejadian tersebut teman teman sang ulama tersebut kalua dikejar oleh belanda pasti bersembunyi di situ dengan maksud dia tidak akan dicari karena Belanda takut masuk tempat itu. Sampai sekarang masih ada peninggalan berupa sebua Tugu sebagai simpul tapal Wates atau perbatasan.Tutur Mbah Tas, dan Mbah Kadir. (Penulis : Latif Hidayat)

B.  Sejarah Pemerintahan Desa Pelangkidul

Secara lebih terperinci dibawah ini adalah Sejarah Pimpinan Pemerintahan Desa Pelangkidul :

1).   Masa Kepimpinan Kepala Desa Tidak Diketahui (Tahun Tidak Diketahui -1924)

2).   Masa Kepimpinan Kepala Desa Truno Dongso (Tahun 1924-1929)

3).   Masa Kepimpinan Kepala Desa Mujiman Jemblung (Tahun 1929-1940)

4).   Masa Kepimpinan Kepala Desa Karto Parwiro (Tahun 1940-1962)

5).   Masa Kepimpinan Kepala Desa Hadi Siswoyo (Tahun 1962-1982)

5).   Masa Kepimpinan Kepala Desa Reban Purwadi (Tahun 1982-1990)

6).   Masa Kepimpinan Kepala Desa Budiono (Tahun 1990-1997)

7).   Masa Kepimpinan Kepala Desa Manto (Tahun 1999-2007)

8).   Masa Kepimpinan Kepala Desa Sigit Triyanto (Tahun 2007-2013)

9).   Masa Kepimpinan Kepala Desa Manto (Tahun 2013-2019)

10). Masa Kepimpinan Kepala Desa Sudarno (Tahun 2019-2025)

Kirim Komentar


Nama
No. Hp
E-mail
Isi Pesan
  CAPTCHA Image  
 

 Aparatur Desa

Back Next